Hamas Tegaskan Enam Syarat Gencatan Senjata di Gaza, Tuduh Netanyahu Halangi Perdamaian
Daftar Isi
Jakarta, Wacana Publik - Negosiasi gencatan senjata antara kelompok Hamas dan Israel kembali digelar di Kairo, Mesir, dengan harapan mengakhiri konflik berkepanjangan yang telah menewaskan puluhan ribu warga sipil di Jalur Gaza. Namun, di balik meja perundingan, jalan menuju perdamaian tampaknya masih penuh liku. Hamas menegaskan sejumlah syarat utama yang harus dipenuhi sebelum mereka menyetujui gencatan senjata jangka panjang, sementara Israel, di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, disebut-sebut terus berupaya menghambat kemajuan pembicaraan tersebut.
Juru bicara Hamas, Fawzi Barhoum, mengatakan pihaknya datang ke Kairo dengan semangat positif dan komitmen tinggi untuk mencari solusi damai yang adil bagi rakyat Palestina. Ia menegaskan bahwa delegasi Hamas tengah berupaya “mengatasi semua hambatan” demi mencapai kesepakatan yang memenuhi aspirasi rakyat Gaza yang telah menderita akibat blokade dan serangan militer Israel selama berbulan-bulan.
Dalam pernyataannya yang disiarkan melalui media lokal Palestina, Barhoum menguraikan enam tuntutan utama Hamas dalam perundingan tersebut. Pertama, Hamas menuntut gencatan senjata permanen dan menyeluruh tanpa pengecualian di seluruh wilayah Gaza. Kedua, mereka meminta penarikan penuh seluruh pasukan Israel dari Gaza. Ketiga, Hamas menuntut akses tanpa batas bagi bantuan kemanusiaan dan pertolongan medis ke wilayah Gaza yang kini menghadapi krisis kemanusiaan akut.
Tuntutan keempat adalah pemulangan seluruh pengungsi Gaza ke rumah mereka tanpa hambatan militer Israel. Kelima, Hamas menginginkan dimulainya proses rekonstruksi penuh Gaza di bawah pengawasan badan teknokrat nasional Palestina agar pembangunan kembali infrastruktur berjalan transparan dan tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik pihak manapun. Dan keenam, mereka menekankan perlunya kesepakatan pertukaran tahanan yang adil, yang menurut Hamas harus mencakup pembebasan ribuan warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Barhoum juga menyampaikan kritik tajam terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Ia menuduh Netanyahu secara sengaja menggagalkan proses perdamaian.
“Netanyahu berusaha menghalangi dan menggagalkan putaran negosiasi saat ini, sebagaimana ia telah sengaja menggagalkan semua putaran sebelumnya,” ujar Barhoum. Ia menambahkan bahwa Israel masih berusaha menciptakan “citra kemenangan palsu” di mata publik internasional.
“Meskipun mereka memiliki kekuatan militer brutal, dukungan tak terbatas, dan kemitraan penuh Amerika dalam perang pemusnahan di Gaza, mereka belum dan tidak akan berhasil mencapai citra kemenangan yang palsu itu,” tegas Barhoum dalam konferensi persnya.
Menurut Barhoum, situasi di lapangan menunjukkan penderitaan yang luar biasa di pihak warga sipil Palestina. Rumah sakit kekurangan pasokan medis, ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal, dan banyak daerah di Gaza kini berubah menjadi puing-puing akibat serangan udara. Ia menegaskan, tuntutan Hamas bukan semata untuk keuntungan politik kelompoknya, tetapi untuk menyelamatkan masa depan Gaza yang semakin suram.
Sementara itu, di sisi lain, banyak pihak menilai bahwa peluang tercapainya kesepakatan damai masih sangat tipis. Salah satu pengamat politik Israel yang berpengaruh, Gideon Levy, kolumnis senior surat kabar Haaretz, menyebut bahwa meskipun proposal baru yang dibahas di Mesir tampak menjanjikan, namun jalan menuju penyelesaian politik jangka panjang masih sangat jauh.
“Memang ada harapan,” ujar Levy dalam wawancara eksklusif dengan Al Jazeera. “Tetapi jika Anda bertanya apakah proposal itu dapat membawa kita pada solusi yang lebih besar dan permanen, saya kira kita masih sangat jauh dari sana.”
Levy menilai bahwa segala bentuk kemajuan menuju akhir pendudukan dan terbentuknya negara Palestina yang berdaulat sepenuhnya akan sangat bergantung pada intervensi tegas dari Amerika Serikat. Menurutnya, Washington adalah satu-satunya pihak yang memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan Israel.
“Tidak akan ada kemajuan berarti kecuali Presiden Amerika Serikat bertindak dengan tegas — dan saya ragu hal itu akan terjadi,” katanya. “Presiden AS tampaknya tidak begitu antusias dengan solusi dua negara, jadi tanpa tekanan dari Amerika, tidak akan ada yang bergerak.”
Pernyataan Levy mencerminkan kekecewaan banyak pihak terhadap posisi Amerika Serikat yang dianggap terlalu melindungi Israel. Sejak awal perang di Gaza pecah, AS memang berulang kali memveto resolusi gencatan senjata di Dewan Keamanan PBB dengan alasan mendukung “hak Israel untuk membela diri”. Namun, sikap ini justru memperpanjang penderitaan rakyat Gaza dan memperburuk citra AS di dunia Arab.
Situasi di Gaza kini semakin memburuk dari hari ke hari. Organisasi kemanusiaan internasional, termasuk PBB, WHO, dan UNICEF, telah berulang kali menyerukan penghentian kekerasan dan pembukaan koridor kemanusiaan yang aman. Namun hingga kini, akses bantuan masih sangat terbatas karena blokade ketat Israel di perbatasan Rafah dan Kerem Shalom.
Sejumlah laporan juga menyebutkan bahwa lebih dari 70% infrastruktur Gaza hancur total, termasuk sekolah, rumah sakit, dan fasilitas air bersih. Ribuan anak-anak kini hidup tanpa tempat berlindung, sementara banyak warga sipil terjebak di antara reruntuhan tanpa makanan dan air bersih.
Dalam konteks diplomatik, Mesir terus berperan aktif sebagai mediator utama antara Hamas dan Israel. Pemerintah Kairo berharap bahwa pertemuan terbaru ini dapat menghasilkan setidaknya kesepakatan sementara yang dapat membuka jalan bagi perundingan politik yang lebih luas di masa depan. Namun, hingga kini, belum ada tanda-tanda kompromi konkret dari kedua belah pihak.
Bagi Hamas, gencatan senjata tanpa pemenuhan tuntutan mereka dianggap sebagai kekalahan moral dan politik. Sebaliknya, bagi Israel, penghentian perang tanpa “pembubaran penuh Hamas” akan dianggap sebagai kegagalan strategis. Kedua posisi yang saling berlawanan inilah yang membuat negosiasi berjalan di tempat.
Sementara itu, tekanan internasional terhadap Israel terus meningkat. Negara-negara Eropa seperti Spanyol, Norwegia, dan Irlandia telah secara resmi mengakui negara Palestina, langkah yang dianggap simbolik namun penting dalam memperkuat posisi diplomatik Palestina di dunia internasional.
Namun di Washington, pemerintahan AS tampak berhati-hati. Presiden Joe Biden masih menghadapi tekanan politik dalam negeri dari kelompok pro-Israel, terutama menjelang pemilihan umum presiden. Analis menilai, Biden tidak ingin mengambil langkah berisiko yang bisa merugikan dukungan politiknya di dalam negeri.
Kondisi inilah yang membuat Hamas meragukan komitmen Amerika dalam menekan Israel untuk menghentikan agresinya. “Tanpa tekanan nyata dari Washington, Netanyahu tidak akan berhenti,” ujar Barhoum. Ia juga menegaskan bahwa Hamas akan terus melawan sampai hak rakyat Palestina benar-benar diakui dan dijamin.
Konflik Gaza sendiri telah berlangsung lebih dari satu tahun sejak pecahnya pertempuran besar pada 2024. Sejak saat itu, ribuan warga sipil terbunuh, ratusan ribu lainnya mengungsi, dan kehidupan sosial-ekonomi di Gaza lumpuh total. Upaya diplomatik dari PBB dan negara-negara kawasan belum menghasilkan hasil signifikan.
Meski begitu, beberapa analis menilai bahwa tekanan ekonomi dan politik terhadap Israel bisa memaksa mereka untuk mempertimbangkan kesepakatan damai. Sanksi ekonomi, gelombang protes global, serta meningkatnya isolasi diplomatik disebut bisa menjadi faktor penentu ke depan.
Hamas, di sisi lain, juga menghadapi tekanan internal dari masyarakat Gaza sendiri yang semakin lelah dengan perang tanpa akhir. Namun, bagi banyak warga Palestina, perjuangan mempertahankan tanah air tetap menjadi simbol martabat dan keberanian melawan penindasan.
Perundingan di Mesir masih akan berlanjut dalam beberapa hari mendatang. Baik Hamas maupun mediator Mesir berharap akan ada titik temu yang realistis untuk mengakhiri perang. Namun, tanpa perubahan sikap dari Netanyahu dan dukungan tegas dari Amerika Serikat, gencatan senjata yang diimpikan rakyat Gaza tampaknya masih akan menjadi harapan yang tertunda. (wp)
Posting Komentar