Polri Cegah Tersangka Korupsi PLTU Mempawah ke Luar Negeri, Kerugian Negara Capai Rp1,35 Triliun

Daftar Isi


Jakarta, Wacana Publik - Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri resmi mengambil langkah tegas dalam penanganan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Mempawah, Kalimantan Barat. Setelah menetapkan empat tersangka, penyidik kini tengah menyiapkan surat pencegahan ke luar negeri bagi seluruh pihak yang terlibat.

Kepala Kortastipidkor Bareskrim Polri, Inspektur Jenderal Polisi Cahyono Wibowo, menegaskan bahwa tindakan pencegahan tersebut merupakan langkah antisipatif agar para tersangka tidak melarikan diri. “Ada pasti (dicegah ke luar negeri), itu pasti ada, tindakan itu pasti ada,” ujar Cahyono dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Selasa (7/10/2025).

Proyek PLTU 1 Mempawah yang menjadi sorotan publik ini merupakan proyek strategis dengan kapasitas output 2x50 MegaWatt. Proyek tersebut dikerjakan dalam rentang waktu 2008 hingga 2018 dan kini menjadi pusat perhatian karena dugaan praktik korupsi yang merugikan negara hingga lebih dari Rp1 triliun.

Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah mantan Direktur Utama PLN periode 2008–2009, Fahmi Mochtar (FM); Halim Kalla (HK) yang merupakan Presiden Direktur PT Brantas (BRN) sekaligus adik dari tokoh nasional Jusuf Kalla; RR selaku Direktur Utama PT BRN; serta HYL selaku Direktur PT Praba Indopersada. Keempatnya diduga berperan aktif dalam praktik kolusi dan pengalihan proyek yang melanggar hukum.

Cahyono menuturkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk segera menerbitkan surat pencegahan perjalanan luar negeri bagi para tersangka. “Pada saat penetapan tersangka, tim kami juga sudah akan mengeluarkan peringatan perjalanan keluar negeri. Jadi serentak nanti,” ujarnya.

Konstruksi Perkara dan Modus Korupsi

Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri, Brigadir Jenderal Polisi Totok Suharyanto, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari proses lelang ulang proyek PLTU Mempawah yang dilakukan oleh PT PLN. Dalam proses tersebut, tersangka Fahmi Mochtar (FM) diduga telah melakukan pemufakatan jahat dengan pihak swasta untuk memenangkan penyedia tertentu.

“Mens rea yang dibangun adalah pelaksanaan lelang yang diatur untuk menguntungkan pihak tertentu. Tersangka FM selaku Dirut PLN diduga bersekongkol dengan tersangka HK dan RR dari PT BRN untuk memastikan konsorsium mereka keluar sebagai pemenang,” kata Totok dalam konferensi pers di Mabes Polri, Senin (6/10/2025).

Menurut Totok, panitia pengadaan di bawah kendali Fahmi Mochtar tetap meloloskan konsorsium KSO BRN-Alton-OJSEC meskipun diketahui tidak memenuhi syarat teknis dan administrasi yang berlaku. Dugaan penyimpangan ini menjadi titik awal terjadinya kerugian negara yang besar.

Pengalihan Proyek ke Pihak Ketiga

Masalah tidak berhenti sampai di situ. Setelah konsorsium KSO BRN ditetapkan sebagai pemenang, proyek tersebut justru dialihkan secara penuh kepada pihak ketiga, yaitu PT Praba Indopersada, yang dipimpin oleh tersangka HYL.

“Pada tahun 2009, sebelum kontrak ditandatangani, seluruh pekerjaan justru telah dialihkan oleh KSO BRN kepada PT Praba Indopersada. Pengalihan ini dilakukan dengan kesepakatan pemberian fee tidak seimbang kepada PT BRN,” ungkap Totok.

Dalam kesepakatan tersebut, PT Praba diberi hak penuh untuk mengelola keuangan proyek, sementara PT BRN tetap menerima bagian keuntungan yang tidak proporsional. Praktik semacam ini jelas melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah, karena pengalihan pekerjaan kepada pihak ketiga tidak dilakukan melalui mekanisme lelang yang sah.

Proyek Mangkrak dan Kerugian Negara

Akibat praktik curang tersebut, pembangunan PLTU Mempawah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hingga masa kontrak berakhir, pekerjaan baru mencapai sekitar 57 persen. Meskipun kontrak telah diperpanjang hingga sepuluh kali dengan batas akhir pada Desember 2018, proyek itu tetap tak kunjung rampung.

Faktanya, sejak 2016, proyek ini sudah tidak menunjukkan perkembangan berarti. Hingga akhirnya progres berhenti di angka 85,56 persen. Namun, pembayaran dari PT PLN kepada konsorsium tetap berjalan. Berdasarkan hasil penyelidikan, PT KSO BRN menerima pembayaran sebesar Rp323 miliar untuk pekerjaan konstruksi sipil, serta US$62,4 juta (sekitar Rp1,03 triliun) untuk pekerjaan mekanikal elektrikal.

Total nilai pembayaran itu menjadi dasar perhitungan kerugian negara oleh penyidik. Dengan kurs saat ini, total kerugian negara akibat proyek mangkrak tersebut mencapai sekitar Rp1,35 triliun. “Kursnya Rp16.550 kurang lebihnya, jadi Rp1,350 triliun kerugian negaranya,” jelas Irjen Cahyono.

Penetapan Tersangka dan Proses Hukum

Kortastipidkor Polri menetapkan empat tersangka tersebut pada 3 Oktober 2025 melalui mekanisme gelar perkara. Penetapan ini menandai babak baru penyidikan kasus korupsi di sektor energi yang sempat tertunda bertahun-tahun.

“Pada tanggal 3 Oktober 2025, kami tetapkan keempatnya sebagai tersangka setelah melalui gelar perkara dan pengumpulan alat bukti yang cukup,” ujar Cahyono dalam kesempatan yang sama.

Langkah ini merupakan bagian dari komitmen Polri untuk menuntaskan kasus korupsi besar di sektor strategis nasional, khususnya di bidang energi yang berhubungan langsung dengan kepentingan publik.

Imbas terhadap Reputasi PLN dan Pengawasan Proyek Strategis

Kasus PLTU Mempawah ini sekaligus menjadi alarm keras bagi pemerintah dan BUMN terkait lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan proyek strategis nasional. PLN sebagai lembaga penyedia listrik negara dinilai perlu memperketat mekanisme lelang dan memperkuat fungsi audit internal agar kasus serupa tidak terulang.

Banyak pihak menilai, praktik kolusi dan nepotisme dalam proyek infrastruktur menjadi akar persoalan keterlambatan pembangunan di berbagai daerah. Proyek PLTU Mempawah yang seharusnya meningkatkan pasokan listrik di Kalimantan Barat justru menjadi beban keuangan negara.

Pemeriksaan Lanjutan dan Arah Penyelidikan

Cahyono menambahkan bahwa pihaknya akan segera menjadwalkan pemeriksaan lanjutan terhadap para tersangka. Penyelidik juga akan menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain, baik dari internal PLN maupun rekanan swasta yang turut menikmati aliran dana proyek.

“Kasus ini tidak berhenti pada empat tersangka saja. Kami masih menelusuri kemungkinan adanya aliran dana ke pihak lain dan akan memanggil saksi-saksi tambahan,” tegasnya.

Selain itu, penyidik akan mendalami aspek perbankan dan transaksi luar negeri yang terkait dengan pembayaran proyek. Polri juga berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak dugaan pencucian uang dari hasil tindak pidana korupsi tersebut.

Komitmen Polri Memberantas Korupsi

Langkah Polri dalam kasus PLTU Mempawah ini dinilai sebagai bentuk nyata komitmen pemberantasan korupsi di sektor energi. Penegakan hukum yang tegas diharapkan menjadi efek jera bagi para pejabat publik dan pelaku usaha yang kerap mencari celah untuk memperkaya diri sendiri melalui proyek pemerintah.

“Ini bukan hanya tentang angka Rp1,3 triliun, tetapi tentang kepercayaan publik terhadap negara. Kami akan kawal kasus ini sampai tuntas,” tegas Cahyono menutup pernyataannya. (wp)

Posting Komentar